Fakta Musik Dangdut Tidak Akan Pernah Mati

Fakta Musik Dangdut Tidak Akan Pernah Mati – Tak bisa dipungkiri jika perubahan zaman menuntut perubahan pada sebagian aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal musik. Di artikel kali ini akan dibahas secara khusus tentang musik dangdut Tanah Air yang perlahan ikut berubah seiring perubahan zaman.

Ada banyak perbedaan yang bisa kita temui dari musik dangdut zaman dulu dan musik dangdut zaman sekarang. Hal tersebut bisa kita lihat dengan jelas tanpa perlu mengeluarkan energi lebih untuk berpikir. https://www.mustangcontracting.com/

Musik Dangdut di era millenial saat ini, memang mengalami banyak perubahan. Salah satunya adalah mulai masuknya anak-anak berusia belia mulai menyukai musik yang menjadi identitas bangsa. slot gacor

Namun dari perkembangan musik Dangdut, pastinya ada perbedaan yang dirasakan oleh para pesohor Dangdut itu sendiri. Dan pernyataan itu juga dialami oleh Mansyur S sebangai penyanyi dangdut senior.

Fakta Musik Dangdut Tidak Akan Pernah Mati Di Kalangan Masyarakat Indonesia

Dirinya mengatakan bahwa perbedaan dalam musik Dangdut dahulu dan sekarang itu pasti ada. Walaupun banyak, pelantun lagu Kopi Susu ini hanya menyebutkan tiga hal, yang membedakan Dangdut di eranya.

“Ya jelas (ada perbedaan). Kalau dulu kan kita nyanyi aja masih serba akustik, belom pake elektro kayak gitu kita nyanyi,” jelas Mansyur S.

Selain teknologi dalam bermain musik. Lelaki kelahiran 30 November 1948 ini menuturkan, bahwa di zamannya pelaku musik Dangdut bisa terhitung dengan jari. Tidak seperti saat sekarang ini. 

“Dulu penyanyi dangdut terbatas, kehitung berapa orang. Tapi kalau sekarang, setiap daerah kita tampil itu penyanyi cakep-cakep, suaranya bagus-bagus. Kalau dulu kita susah carinya,” tuturnya.

Dan yang terakhir. Pemilik nama lengkap Mansyur Subhawannur ini menerangkan, jika di berbagai daerah di Indonesia musik Dangdut sudah mulai menjamur.

“Tambah bagus. Dimana aja setiap kita masuk ke daerah, dulu band-band setempat yang jadi ininya (bintang tamu). Tapi sekarang, kita masuk kedaerah mana aja, tersedia dangdut,” pungkas Mansyur Subhwannur.

Meskipun demikian, tak bisa dipungkiri ada sebagian yang masih bertahan dengan gaya asli dalam berdangdut. Berikut perbedaan musik dangdut dulu dan sekarang:

1. Lirik lagu

Pada umumnya dangdut memang membahas tentang cinta, tetapi lirik lagu dangdut dulu dan sekarang benar-benar berbeda. Jika dulu liriknya mempunya itujuan positif (misalnya lagu Rhoma Irama dan masih banyak lagi), jaman sekarang justru berbicara tentang hal-hal negatif (Misalnya tentang hamil duluan dan lain-lain).

2. Musik

Musik dangdut asli Tanah Air pasti ada alunan irama dari gendang serta seruling. Hal tersebut tidak ditemukan pada musik-musik dangdut jaman sekarang karena sudah dicampur dengan berbagai alat musik modern. Banyak yang bilang bukan musik dangdut melainkan house music.

3. Busana

Hal lain yang terlihat jelas berbeda pada musisi dangdut jaman dulu dan sekarang adalah busana. Jaman dulu busana yang dikenakan pedangdut lebih sopan dan tertutup rapat. Jaman sekarang, pakaian yang dikenakan justru sering telrihat minim bahan atau dengan kata lain sangat seksi.

4. Goyangan dan Nama

Sejak Inul Daratista memperkenalkan ‘goyang ngebor’, perlahan-lahan setiap musisi dangdut pun langsung berlomba-lomba mencari nama khas untuk goyangan yang mereka miliki. Parahnya, kadang mereka menamakan goyangan tersebut dengan kata-kata yang tidak senonoh.

Memasuki era digitalisasi kini musik dangdut mulai mengikuti akulturasi pada budaya. Dulu musik dangdut identik dengan pakaian biduan yang serba terbuka tetapi kini, para biduan dangdut mulai menyesuaikan pakaiannya dengan lagu yang akan dinyanyikan. Dengan perpaduan musik koplo dan pop membuat musik dangdut banyak digemari oleh kalangan anak muda. Dan menggunakan bahasa jawa serta menceritakan tentang kehidupan anak muda yang sedang jatuh cinta ataupun putus cinta.

Penyanyi dangdut Jihan Audy yang sangat digemari oleh kaum milenial dengan judul lagunya Prei Kanan Kiri: Sumber | D’zen kreatif media

Contohnya saja lagu Sayang yang di populerkan oleh Via Valen yang menceritakan tentang betapa besarnya cinta seseorang pasangan kekasih terhadap orang yang dicintainya. Lagu ini juga pernah viral di media sosial. Ini menandakan lagu dangdut sangat digemari oleh kalangan milenial.

Kini musik dangdut digemari oleh kalangan milenial dan menempatkan pada posisi kedua setelah lagu pop. Tak hanya lagu Sayang yang dipopulerkan oleh Via Valen, Prei Kanan Kiri yang dipopulerkan oleh penyanyi dangdut pendatang baru yaitu Jihan Audy juga digemari oleh kalangan anak muda. Siti Badriah yang juga pernah mempopulerkan lagu yang berjudul Lagi Syantik juga sangat populer dikalangan anak muda tak heran jika Siti Badriah dan Via Valen pernah ditunjuk untuk mengisi acara pada Opening dan Closing Ceremonial Asian Games 2018 lalu di Jakarta.

5. Menjadi Musik Rakyat

Fakta Musik Dangdut Tidak Akan Pernah Mati Di Kalangan Masyarakat Indonesia

Era 1970-an, musik-musik Melayu dan India sudah bertransformasi menjadi dangdut. Musik ini kemudian dianggap sebagai musik rakyat, terutama karena basis mayoritas penggemarnya adalah rakyat kelas bawah. Weintraub menyitir beberapa penyebutan media Indonesia terhadap para penggemar dangdut: rakyat kecil, rakyat jelata, rakyat jembel, golongan bawah, kaum marginal, pinggiran, dan kelas menengah bawah. Dangdut jadi populer di kalangan rakyat karena liriknya dekat dengan keseharian sebagian besar masyarakat Indonesia.

Selain itu, Weintraub menyatakan, musik pop dan rock Indonesia tidak punya akar historis atau ciri musik, “yang mengaitkannya dengan derita rakyat.” Dangdut tidak demikian. Ia punya akar kuat, dan banyak menceritakan kehidupan rakyat biasa. Maka, ia berkembang di lingkungan urban yang “terpinggirkan secara sosial dan ekonomi.” Hal ini yang melahirkan pertentangan klasik, antara kaum borjuis dan kaum proletar. Dangdut dianggap mewakili selera rakyat kelas bawah, dianggap tidak keren, sekaligus kampungan. Pertikaian ini dilambangkan oleh kisruh antara musisi rock Benny Subardja dari Giant Step, yang menyebut dangdut sebagai “musik tai anjing”.

Istilah dangdut itu sendiri baru lahir pada awal 1970-an. Nama dangdut merupakan onomatope (kata yang berasal dari bunyi) kendang: dang-dut. Beberapa pemusik tidak menyukai istilah yang dianggap melecehkan ini. Dalam Majalah Tempo edisi 5 Mei 1979, Said Effendi, pemimpin OM Sinar Agung, mengatakan istilah dangdut “muncul karena perasaan sinis dari mereka yang anti musik Melayu.” Weintraub menulis bahwa istilah dangdut diciptakan oleh majalah musik Aktuil. Namun, dalam wawancaranya dengan Meggy Z, Mansyur S. dan Dadang S., istilah dangdut jadi populer berkat jasa Bung Mangkudilaga, penyiar radio yang kerap mempromosikan dangdut di Radio Agustina, Tanjung Priok, Jakarta, pada 1973-1974. Mangkudilaga mengasuh acara bernama “Sop Dangdut”.

Nama ini menarik sebab mencerminkan jiwa dangdut itu sendiri: percampuran. Sop dibuat dari pelbagai jenis sayur, sama halnya dangdut yang terbentuk dari pelbagai pengaruh musikal. Dengan jumlah penggemar yang teus membesar, banyak radio yang kemudian tertarik menyiarkan dangdut. Faktor lain yang membuat dangdut makin populer adalah larisnya rekaman-rekaman Ellya Khadam. Salah satu indikator mulai populernya dangdut, terang Weintraub, adalah banyak musisi pop Indonesia (yang dianggap mewakili kaum sugih dan gedongan) mau membuat lagu berirama Melayu. Pada 1975, menurut Weintraub, dangdut sudah menguasai 75 persen pasar industri rekaman.

Dunia dangdut semakin membesar saat muncul sang ksatria bergitar dari Tasikmalaya, Jawa Barat, bernama panggung Rhoma Irama. Sebagai musisi dangdut, Rhoma istimewa karena punya akar musikalitas yang berbeda ketimbang penyanyi dangdut lain. Meski Rhoma kecil suka berdendang musik India, ia tumbuh dengan mendengarkan musik rock. Saat ia muncul dengan pengaruh musik rock yang kental, banyak orang menudingnya tidak orisinal, termasuk wartawan Remy Sylado dari Aktuil. Moh. Shofan dalam Rhoma Irama: Politik Dakwah Dalam Nada (2014), menyebut bahwa Remy mengatakan Rhoma tak layak menyandang gelar raja dangdut karena ia tak orisinal. Tapi ketidakorisinalitas Rhoma yang kemudian membawanya terus melejit. Ia berhasil membawa nilai-nilai dangdut, yakni percampuran banyak pengaruh musik dan hasil dari akulturasi budaya.

Rhoma menyuntikkan pengaruh rock dan pop dalam dangdut. “Rhoma melakukan banyak persilangan. Sebuah crossover yang memperkaya anasir musik dangdut itu sendiri. Rhoma melakukan perubahan besar-besaran pada semua aspek dengan melakukan elektronisasi. Unsur gitar dan drum yang menjadi ciri musik rock, begitu kental mewarnai musik dangdut ini,” tulis Shofan. Rhoma kemudian jadi nama yang dominan dalam dunia dangdut, dan menyandang julukan si Raja Dangdut. Sayangnya, terlalu lama menjadi raja membuat Rhoma lupa soal nilai akulturasi yang sempat ia bawa dulu. Ketika Inul Daratista muncul membawa musik koplo sebagai gagrak baru dangdut, Rhoma meradang. Dangdut koplo terpengaruh oleh budaya Jaipong dan Jaranan, dan cepat populer. Segala pakem dan patron yang dibangun si Raja Dangdut selama puluhan tahun perlahan terkikis karena gagrak dangdut yang datang dari pinggiran Jawa Timur, tempat asing dan teramat jauh dari Deli Serdang.

Padahal koplo adalah hasil dari akulturasi budaya, meleburkan pengaruh satu dengan yang lain; sama seperti proses lahirnya dangdut. Fachry Ali dalam “Musik Melayu atau Dangdut Sebagai Counter-Culture” menulis bahwa Rhoma adalah seorang “ideolog” ketimbang seorang penyanyi. Dan sang raja sadar betul bahwa musik dangdut adalah “tahapan terdekat dari transformasi genre lagu-lagu keagamaan.” Boleh dibilang, sudah sejak akhir 1970-an, Rhoma meletakkan agama berdampingan dengan politik dan dangdut. Karenanya, awal kemunculan koplo yang dianggap seronok, dianggapnya merusak trivium yang ia bangun. Tapi bahkan seorang Raja Dangdut pun tidak bisa membendung selera yang terus berubah. Sekitar 15 tahun sejak pertikaiannya dengan Inul, dangdut koplo tidaklah mati. Malah makin berkembang, mengalami transformasi yang mencengangkan. Dari gaya bernyanyi yang berbeda jauh dibanding era Ellya Khadam atau Ikke Nurjanah, gaya busana yang jauh dari kata seronok, hingga cara pemasaran yang lebih mengandalkan internet. Belakangan, kita pun mengenal biduanita-biduanita baru dari rahim dangdung koplo, yang popularitasnya dan jadwal kegiatannya tak kalah dari orang paling penting di negeri ini. Nama-nama ini termasuk Via Vallen dan Nella Kharisma. Dari kawin silang kerajaan dangdut ini, dari lagu “Terajana” hingga “Anoman Obong”, dari “Viva Dangdut” hingga “Jarang Goyang”, kita tak pernah tahu arah (akulturasi) musik dangdut bakal ke mana. Tetapi, satu hal yang pasti, semua ini membuat kita makin luwes berjoget, dan penyanyinya bertambah sugih.